Alaku
Alaku
Alaku

Alerta! Duka Enggano Duka Indonesia oleh Elfahmi Lubis

Elfahmi Lubis (Penulis)

Alerta! Duka Enggano Duka Indonesia

 

Alaku

Oleh : Elfahmi Lubis*

 

“Duka Enggano, Duka Indonesia” adalah sepenggal kalimat bertendensi emosional untuk mewakili kesedihan mendalam yang dialami saudara-saudara kita di Pulau Enggano. Pulau terpencil ditengah samudera nan luas ini seolah-olah terpinggirkan dari sentuhan kemanusiaan negara. Sudah berbulan-bulan warganya menderita dan putus asa, ketika jalur transportasi terputus total.

 

Ancaman krisis pangan dan energi menghantui hari-hari warga Enggano, sekuat apapun teriakan dan rintihan mereka sepertinya tak didengar, hilang bak ditelan ganasnya ombak Samudera Hindia. Mereka itu manusia dan secara konstitusional adalah Warga Negara Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan oleh negara. Mereka punya hak hidup seperti layaknya warga negara lain dan mereka juga bukan warga negara kelas dua yang boleh dimarginalisasi.

 

 

Riuh soal krisis masyarakat di Pulau Enggano, semakin tak berujung. Padahal persoalan utamanya adalah berkaitan dengan terputusnya akses transportasi dari dan menuju ke pulau terluar tersebut. Penyebab utama krisis transportasi ini disebabkan oleh pedangkalan Pelabuhan Pulau Bali sebagai satu-satunya sarana yang dipergunakan kapal perintis melayani rute transportasi ke Enggano.

 

Akibatnya, hampir 4000 warga Enggano terisolir dari dunia luar, dan kondisi ijin telah menimbulkan kekhawatiran besar terjadinya krisis kemanusiaan. Krisis pangan dan energi saat ini telah menghantui warga Enggano, bahkan diperoleh informasi stok makanan semakin menipis, bahkan listrik sudah tidak berfungsi secara maksimal karena ketersediaan bahan bakar hanya bisa bertahan dalam beberapa hari kedepan.

 

Melihat fakta dan krisis kemanusiaan yang semakin mengkhawatirkan tersebut, maka bukan waktunya bagi pemerintah untuk “bermain-main” dengan persoalan ini. Diperlukan manajemen krisis yang tepat dan terukur, dalam bentuk langkah konkrit mengatasi krisis. Sebagai upaya jangka pendek bersifat emergency yang harus segera dilakukan adalah mengaktifkan pelabuhan penyanggah untuk melayani rute kapal menuju Pulau Enggano. Saat ini yang paling memungkinkan adalah mengoperasikan Pelabuhan Linau Kaur, karena dilihat dari infrastruktur yang paling memungkinkan.

 

Keberadaan Pelabuhan Linau yang berstatus sebagai pelabuhan pengumpan yang langsung berada di bawah kewenangan pemerintah pusat, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, yang mengatur jenis pelabuhan dan status pengelolaannya secara rinci. Berdasarkan klasifikasi, Pelabuhan Linau termasuk dalam kategori pelabuhan pengumpan lokal (local feeder port), yang memungkinkan untuk dikelola oleh daerah apabila memenuhi prosedur hukum dan administratif yang berlaku. (Antara dan RRI, 2025)

 

Pertimbangan lain adalah Pelabuhan Linau memiliki keunggulan sebagai pelabuhan alam di Teluk Linau, yang tidak memerlukan pengerukan rutin karena tidak mengalami sedimentasi. Hal ini membuat biaya pengembangan menjadi lebih efisien, hanya memerlukan penambahan pemecah ombak (breakwater).

 

Pemerintah juga perlu bekerjasama dengan TNI Angkatan Laut untuk mengatasi krisis dengan pengerahan kapal perang untuk membantu mengatasi krisis kemanusiaan di Pulau Enggano. Dalam. Kondisi krisis seperti sekarang bukan waktunya bagi kita saling menyalahkan dan beretorika kosong.

 

Saya yakin negara yang diwakili pemerintah tidak akan membiarkan kondisi krisis ini berkepanjangan karena menyangkut hak hidup saudara kita di Pulau Enggano. Bahkan pemerintah menyadari betul bahwa Enggano itu bukan Pulau kosong, tapi ada ribuan nyawa yang perlu diselamatkan dalam krisis ini.

 

Alternatif lain yang perlu segera dilakukan pemerintah untuk mengatasi krisis di Pulau Enggano adalah mengoperasikan transportasi udara. Untuk itu perlu ada penambahan kuantitas penerbangan ke Enggano dengan pesawat berbadan kecil, minimal seminggu hari penerbangan dari dan menuju Enggano. Bahkan, untuk mensuplai kebutuhan dasar seperti pangan, energi, serta pelayanan kesehatan darurat.

 

Tulisan ini dirilis pada media DJO hari Jumat tanggal 20 Juni 2025.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *