Banjarbaru, Darahjuang.online – Kepolisian mengungkap kasus pembuangan anak di bawah umur yang kini tengah ditangani secara intensif oleh Polres Banjarbaru.
Kronologi kejadian untuk korban sendiri masih duduk di kelas 3 SLTA, di mana pelaku R mengakui 4 kali melakukan hubungan badan dengan MA. Dengan kejadian itu, korban hamil sedangkan tersangka tidak mau bertanggung jawab dengan Tidak mengakui itu hasil hubungan R dengan MA, berlanjut nomor korban di blokir, sehingga MA bingung, sampai dirinya melahirkan di kamar mandi tanpa bantuan siapapun.
Karena takut terdengar suara tangis bayi, MA memutuskan menutup muka bayi menggunakan kain basah sampai bayi malang tidak bergerak lagi, selanjutnya MA membungkus bayi tersebut menggunakan kantong plastik berwarna ungu lalu membuang bayi yang baru ia lahirkan.
Dalam keterangan saat konferensi pers, Kapolres Banjarbaru AKBP Pius X Febry Aceng Loda, menyebutkan, telah mengumpulkan sejumlah barang bukti dari hasil penyelidikan yang dilakukan secara hati-hati, mengingat perkara ini menyangkut anak di bawah umur. Penanganan kasus dilakukan dengan prinsip menjaga privasi korban agar tidak menimbulkan dampak psikologis lanjutan.
“Kami menerbitkan dua laporan polisi. Satu berkaitan dengan proses pembuangan bayi, dan satu lagi terkait upaya pengguguran. Sedangkan untuk tersangka R dijerat dengan pasal persetubuhan terhadap anak di bawah umur,” ungkap Pius, Selasa 14/10/2025 di aula Joglo Polres Banjarbaru.
Dari pihak kepolisian juga memastikan bahwa korban MA dalam kasus ini mendapatkan perlindungan maksimal, termasuk status sebagai korban resmi sesuai hukum. Korban telah menjalani pemeriksaan medis dan pendampingan psikologis, mengingat kondisinya saat ditemukan masih pasca melahirkan dan belum mendapat perawatan medis lanjutan.
“Kami juga melakukan uji DNA untuk memastikan identitas ayah dan ibu dari bayi tersebut. Setelah hasil keluar, proses penyidikan terhadap pihak terkait akan dilanjutkan,” tambahnya.
Pihak kepolisian berharap penanganan perkara ini tidak hanya menekankan pada aspek hukuman, tetapi juga pendekatan sosial dan pemulihan psikologis, baik bagi korban maupun pelaku. “Kami berharap keadilan tetap ditegakkan, namun juga ada ruang untuk pembinaan dan penyelesaian yang berorientasi pada perlindungan anak,”terangnya.
Untuk pelaku dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman paling rendah 5 tahun dan paling tinggi 15 tahun penjara.(14).