Alaku
Alaku
Alaku

(Ambin Demokrasi) MOTIVASI “ANAK PUNAI RAJAWALI” Oleh: Noorhalis Majid

A male White-bellied Green Pigeon (Treron sieboldii) taking a frui

Ungga ungga apung, Apung si nali-nali, Talipat daun bakung, Anak punai rajawali. Itulah potongan lagu tradisional Banjar yang sangat populer. Hampir diketahui oleh semua orang Banjar, sebab didendangkan sejak masih dalam “pukungan”. Orang Banjar menidurkan anak dengan cara dipukung dan diayun, agar tulang-tulangnya kokoh tersusun rapi. Satu posisi yang dianggap sama persis ketika masih berada dalam kandungan.

Syair ini dinyanyikan untuk menidurkan anak, sehingga tidak jarang terngiang hingga dewasa dan tua, tertanam dalam kepala, bahkan mungkin pada alam bawah sadar anak-anak Banjar.

Sepertinya biasa saja lagu tersebut, tetapi belakangan banyak yang bertanya, apa makna frase “anak punai rajawali”? kenapa dengan anak punai dan kenapa disambung dengan rajawali? Apakah syair ini dicipta sekenanya saja, sekedar mengikuti nada? Apakah ada makna dan maksud dari syair ini?

Jangan tanyakan siapa penciptanya, karena pasti tidak ada yang mengetahuinya lagi. Sebab mungkin saja lagu ini sudah didendangkan sejak nenek moyang dari datu-datu orang Banjar masih dalam pukungan, sebagai pengantar tidur dari ke zaman ke zaman.

Dengan segala keterbatasan pengetahuan dan kebanjaran, saya memaknai “anak punai rajawali”, sebagai motivasi dari nenek moyang kita kepada anak-anak Banjar yang dia sayangi dengan segala perasaan.

Suatu motivasi, pendorong semangat. Segaja ditanamkan sejak dari buaian, ketika masih berada di pukungan, dinyanyikan sambil diayun melalui suara orang yang paling mengasihi. Dinyanyikan dengan segenap cinta, kasih sayang dan pengharapan. Makna anak punai rajawali, “walau masih belia, tidak berdaya, namun kelak harus kuat, tangguh, supaya mampu menjadi manusia bebas, terbang menembus angkasa kehidupan yang luas, bagai burung rajawali”.

Anak punai yang menjadi rajawali, adalah satu motivasi yang tidak sederhana. Suatu harapan yang sangat besar tentang kebebasan, dan mungkin saja tentang kemerdekaan. Jangan kira anak punai tidak mampu melenting menjadi rajawali. Semuanya sangat mungkin, bila ada keyakinan, tekat dan semangat. Sesulit apapun rintangan yang dihadapi, tetap harus optimis. Bahkan optimis sejak masih dalam pukungan.

Kalau motivasi sudah ditanamkan sejak belia, adakah lagi ketakutan tentang masa depan? Kalau optimisme dan cita-cita kebebasan sudah didoktrin sejak dalam buaian, mungkinkah lagi gentar menghadapi berbagai persoalan hidup? Tentu tidak akan takut, pesimis, apalagi menyerah dan kalah.

Beruntung kebudayaan Banjar telah menanamkan motivasi dan semangat juang sejak dalam buaian. Sehingga diharapkan lahir manusia-manusia kompetitif, tangguh menghadapi tantangan zaman.

Anak-anak Banjar beruntung telah dimotivasi sejak dalam pukungan, sehingga sangat mungkin kuat, berani, dan tidak mudah menyerah dalam situasi apapun. Jangan remehkan anak punai, yakinlah kelak menjadi rajawali yang mampu menjelajah angkasa.

Adakah agu ini masih dinyanyikan pada anak-anak Banjar sekarang? Masih bisa dan maukah orang tua Banjar menyanyikannya sebagai motivasi bagi anak-anaknya? Masihkah anak Banjar dipukung, diayun dengan syair dan dendang yang merasuk hingga ke alam bawah sadar? (NM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *