Alaku
Alaku
Alaku

Kalsel Perkuat Perlindungan Pekerja Perempuan lewat RP3 dan Pencegahan TPPO

Banjarbaru, Darahjuang.online – Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DPPPAKB) menggelar kegiatan Peningkatan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) serta Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Langkah ini menjadi upaya memperkuat sinergi lintas sektor demi menciptakan ruang kerja yang aman, adil, dan bebas kekerasan.

Kepala DPPPAKB Kalsel Husnul Hatimah menegaskan pentingnya RP3 sebagai “safe space” sekaligus pusat layanan terpadu untuk mendeteksi, menangani, dan mencegah kekerasan, termasuk TPPO. “RP3 bukan hanya tempat perlindungan sementara, tetapi juga pusat edukasi, pemberdayaan, dan advokasi kebijakan yang berpihak pada hak pekerja perempuan,” ujarnya di Banjarbaru, Selasa (24/9/2025).

Pembentukan RP3 ini merupakan implementasi Permen PPPA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan di Tempat Kerja. Menurut Husnul, keberadaan RP3 menjadi wujud tanggung jawab negara untuk memastikan pekerja perempuan terbebas dari diskriminasi, kekerasan, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Data terbaru SIMFONI PPA Semester I 2025 mencatat 308 kasus kekerasan dengan 330 korban di Kalsel. Korban perempuan mendominasi 130 orang, disusul anak-anak 193 orang. Jenis kekerasan yang banyak terjadi meliputi kekerasan psikis, seksual, dan fisik.

“Modus TPPO semakin canggih dengan memanfaatkan teknologi dan kerentanan sosial ekonomi,” tambahnya.

Husnul menekankan bahwa pencegahan tidak bisa berjalan sendiri. Pemerintah, swasta, masyarakat sipil, dan media perlu berkolaborasi.

“Kita tidak ingin RP3 hanya menjadi simbol atau seremonial, tetapi gerakan nyata yang menciptakan lingkungan kerja lebih setara dan peduli,” tegasnya.

Pemprov Kalsel berkomitmen mendorong perlindungan menyeluruh bagi kelompok rentan, terutama perempuan dan anak. DPPPAKB akan terus memperkuat edukasi, regulasi, serta kapasitas SDM dan layanan terintegrasi agar RP3 benar-benar menjadi benteng perlindungan pekerja perempuan.(14).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *