Alaku
Alaku

PEMAIN SIRKUS YANG MENERIAKAN HAM

  • Bagikan

Oleh: Jhodi Hady Sofyan

Bengkulu, Darah Juang Online – Manusia adalah serigala bagi manusia lainya atau dalam bahasa latinnya yaitu homo homini lupus, begitulah pernyataan yang dikeluarkan oleh Cicero beberapa abad yang lalu, yang menggambarkan bahwa manusia jika tanpa suatu batasan tertentu berpotensi menjadi predator bagi manusia yang lain.

Alaku

Pada generasi berikutnya kembali muncul para tokoh yang mengadopsi perkembangan teori dewasa ini, seperti john locke, J.J Rosseau dengan perkembangan hukum kodrati, Jurgen habermas dengan teori sosial nya dan berbagai tokoh-tokoh yang lain. John locke sebagai orang yang memprakarsai teori hak kodrati mempunyai kontribusi yang cukup besar bagi perkembangan hak asasi manusia, sampai saat ini berbagai negara mengadopsi berbagai aturan internasional yang dibuat oleh PBB melalui DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia).

Ketika berbicara mengenai berbagai persamaan, kesetaraan yang digaungkan di belahan bumi baik barat maupun timur belakangan ini tak terlepas dari bagaimana perkembangan kesadaran bahwa memang hak itu melekat pada manusia, tidak diberikan oleh siapapun dan tidak bisa diambil oleh siapapun, termasuk negara.

Negara dalam hal ini merupakan pemangku kewajiban (duty barear) dimana negara mempunyai kewajiban menghormati, memenuhi dan melindungi hak setiap orang tanpa terkecuali, baik dia seorang pedagang, penjual sayur, pekerja buruh lepas, ataupun mahasiswa sekalipun.

Indonesia baru melegitimasi hukum positif mengenai hak asasi manusia secara eksplisit di tahun 1999 melalui undang-undang 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia saat kericuhan dalam proses transisi dari masa orde baru menuju reformasi. Yang kemudian disusul dengan undang-undang 20 tahun 2000 tentang pengadilan HAM. 

Namun dengan adanya undang-undang tersebut dianggap belum cukup untuk bisa mengakomodir dan bisa mengurangi berbagai tindakan pelanggaran hak asasi manusia, karena jika kita tracking, masih banyak norma yang belum dimasukan kedalam kedua undang-undang tersebut, seperti misal belum ada instrumen untuk penyelesaian pelanggaran ham berat melalui instrumen internasional melalui ICC, karena indonesia belum meratifikasi statuta roma, atau norma yang mengatur mengenai aktivis pembela ham.

Ini mengakibatkan masih marak sekali terjadi kasus pelanggaran ham, dan setiap orang masih dihantui akan rasa takut setiap harinya karena berpotensi menjadi korban selanjutnya dari pelanggaran-pelanggaran ham yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.

Dalam skenario terbaik, harusnya indonesia melalui pemerintah mengupayakan agar berbagai pelanggaran ham bisa diselesaikan dan bisa memberikan perlindungan kepada setiap orang, seperti yang terjadi saat ini berbagai kejadian yang mencederai nilai-nilai kemanusiaan seperti menjadi pertunjukan sirkus yang setiap orang bertepuk tangan bahagia melihat pertunjukan itu ditampilkan.

Disini karena saya seorang mahasiswa, maka saya sedikit menyoroti berbagai pelanggaran ham yang terjadi khususnya kepada mahasiswa, karena seringkali mahasiswa menjadi korban atas berbagai tindakan pelanggaran ham baik yang dilakukan oleh negara (by commision) atau negara melakukan pembiaran atas praktik pelanggaran ham yang terjadi (by ommision).

Beberapa waktu yang lalu publik dihebohkan akan poster yang dibuat oleh BEM UI mengenai Jokowi The King of Lip Service, yang kemudian berujung pada pemanggilan oleh pihak rektorat karena dianggap sebagai suatu bentuk penghinaan terhadap presiden selaku simbol negara. Yang kemudian disusul oleh berbagai kejadian seperti ancaman dan peretesan yang terjadi kepada anggota BEM.

Tidak lama setelah itu berbagai BEM di berbagai wilayah juga menyusul dan memberikan dukungan terhadap BEM UI namun mendapat perlakuan yang sama halnya didapatkan oleh teman-teman BEM UI, bentuk-bentuk pemanggilan, intimidasi, peretasan dan yang lain sebagainya

Itu juga yang terjadi di BEM yang ada terkhusus di provinsi Bengkulu, dimana BEM FH Unib memberikan penyuaraan atas berbagai kejanggalan yang dilakukan oleh pihak kampus, yang kemudian berujung pada pola-pola yang sama dilakukan oleh pejabat kampus, dalam hal ini pihak fakultas tidak mau memberikan pelayanan kepada mahasiswa atas dibuatnya berbagai konten yang mungkin dianggap mengganggu. Kemudian juga tidak sampai disitu, bentuk-bentuk peretasan yang terjadi pada akun instagram BEM beserta peretasan akun whatsapp Gubernur mahasiswa FH Unib juga tak luput dari serangkaian pelanggaran-pelanggaran ham yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Kampus yang harusnya menjadi menara gading, sepertinya berubah menjadi sirkus yang saat ini rela mengorbankan gadingnya untuk digadaikan dan mendapatkan tepuk tangan dari si pemilik sirkus, kampus juga yang harusnya menjadi laboratorium ilmiah juga harus berubah menjadi laboratorium dimana peliharaan mereka harus tetap menurut pada sang pelatih.

Dalam perspektif ham secara eksplisit dijelaskan bahwa saat ini memang kekerasan berbasis pada pelanggaran ham bukan hanya terjadi secara langsung, namun bermutasi ke ruang digital dimana saat ini memang belum ada regulasi yang memberikan perlindungan di ruang digital secara jelas. Ini mengakibatkan ruang-ruang digital rentan berpotensi terjadi bentuk-bentuk kekerasan baik kekerasan berbasis gender hingga kekerasan yang menimbulkan rasa takut yang mendalam secara psikologis.

Baru-baru ini salah satu peneliti yang konsen dibidang anti kekerasan menjelaskan suatu bentuk terminologi baru yang dinamakan sebagai cyber torture dimana kekerasan yang terjadi di ruang digital tersebut menimbulkan rasa takut yang mendalam kepada korbannya. Dan inilah yang terjadi pada kawan-kawan BEM, dimana mereka (orang yang tidak bertanggung jawab) melakukan bentuk-bentuk ancaman melalui ruang digital seperti peretasan, penghilangan akun tanpa diketahui siapa yang melakukan praktik tersebut.

Inilah juga yang membuat beberapa waktu yang lalu untuk mendorong pemerintah untuk segera mengesahkan undang-undang PDP (Perlindungan Data Pribadi) dimana undang-undang ini harus nya bisa menjaga data pribadi seseorang yang sebelumnya diolah oleh suatu sistem tertentu tidak disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. 

Dalam sebuah investigasi global yang dilakukan Forbidden Strories dan Amnesty Internasional mengungkap suatu fakta yang mengejutkan dimana hasil investigasi tersebut memperlihatkan kebocoran 50.000 nomor telepon telah mengungkapkan potensi penargetan aktivis dan jurnalis melalui perangkat lunak peretas buatan grup NSO dari Israel, dimana perangkat digital mereka diretas, dimata-matai, dibungkam, dan di intimidasi. (Amnesty Indonesia, 2021).

Jika memang perangkat lunak peretas ini memang nyata sampai di Indonesia, maka ini akan menjadi suatu kabar buruk bagi masyarakat dan juga perkembangan ham karena sangat berpotensi disalahgunakan untuk praktik-praktik pembungkaman.

Secara fundamental telah dijelaskan dalam pasal 28 bahwa setiap orang bebas untuk menyampaikan pendapat, yang kemudian secara implisit dijelaskan juga dalam undang-undang 39 tahun 1999 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum dan keutuhan bangsa.

Jika dikaitkan dengan permasalahan yang terjadi baru-baru ini kepada teman-teman di lingkup BEM, kampus seharusnya tunduk pada keadilan serta kemurniannya dan menjaga mimbar-mimbar kebebasan akademik serta pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oleh teman-teman BEM karena dilindungi oleh undang-undang tentang kebebasan berpendapat yang merupakan hak setiap orang, bukan malah melacuri jabatannya demi memuaskan hasrat dan kepentingan. (09)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *