Alaku
Alaku

Aksi Kamisan Bengkulu Desak MA Menangkan Petani Mukomuko

  • Bagikan

Aksi Kamisan Bengkulu Desak Mahkamah Agung Menangkan Petani Mukomuko

 

Alaku

Nasional, Darahjuang.online — Sekumpulan masyarakat, mahasiswa dan komunitas seni menggelar aksi kamisan di Simpang 5 Bengkulu 12 Desember 2024. Aksi reflektif itu didasari oleh banyaknya kasus pelanggaran HAM yang belum tuntas dan gagalnya negara dalam menjamin hak- hak warganya.

 

Baariq Sholahuddin Al Fattah selaku kordinator lapangan aksi menjelaskan bahwa tema kamisan Bengkulu kali ini penting untuk menyoroti isu krusial di Bengkulu yang cukup menyita nurani publik yaitu “Tanah Untuk Petani: Tuntaskan Konflik Agraria”.

 

“Kita bisa bayangkan di negeri agraris ini petani di Bengkulu masih terseok- seok dalam perjuangannya ingin memiliki tanah untuk bertani. Kemudian yang paling menyayat hati ketika kita mengetahui fakta di lapangan ada 3 petani Tanjung Sakti Mukomuko Harapandi, Rasuli dan Ibnu Amin yang dipaksa oleh hukum untuk membayar 3,3 milyar rupiah dalam kasus petani Tanjung Sakti melawan PT Daria Dharma Pratama (PT DDP),” ungkap Baariq pada Senin (16/12/24) kepada menyampaikan hal tersebut kepada media DJO.

 

Petani Tanjung Sakti merupakan kumpulan petani yang berasal dari beberapa desa di Mukomuko yang berbatasan dengan perkebunan PT DDP.

 

Sengketa lahan antara kelompok petani Tanjung Sakti dan PT DDP ini sudah berlangsung kurang lebih tiga tahun. Awalnya para petani melihat lahan kebun yang tidak terurus dan mempertanyakan status lahan itu kepada PT DDP. Pihak perusahaan menyampaikan bahwa lahan tersebut belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU).

 

Hal ini kemudian menjadi dasar petani yang tidak memiliki tanah untuk mengelola lahan tersebut. Hal ini juga diperkuat oleh surat PT DDP No: 113/DD-APE/III/2022 tertanggal 9 Maret 2022, yang pada pokoknya PT DDP mengakui bahwa area divisi 5 dan divisi 7 Air Pedulang Estate berada di luar HGU PT DDP.

 

Atas kerancuan status hukum itu petani menjalankan partisipasi publik dengan menahan aktifitas perusahaan kemudian melaporkannya ke Kementerian ATR BPN, namun yang didapat petani mereka digugat hukum oleh PT DDP.

 

Kasus petani Tanjung Sakti melawan PT DDP ini sudah berada di pengadilan tingkat akhir di Mahkamah Agung. Petani dituduh menguasai lahan yang bukan miliknya. Pada pengadilan tingkat kedua putusan pengadilan menyatakan petani bersalah dan harus membayar uang sebesar 3,3 milyar rupiah. Kemudian petani mengajukan memori Kasasi ke Mahkamah Agung.

 

Paet Lubis pendiri Komunitas Merawat Nalar selaku pemberi kuliah terbuka di aksi kamisan Bengkulu menegaskan bahwa peristiwa yang dialami oleh petani Tanjung Sakti merupakan kegagapan negara dalam menjamin hak- hak petani.

 

“Negara dalam hal ini Mahkamah Agung harus melihat petani Tanjung Sakti sebagai korban dan harus memenangkannya dalam tingkat kasasi tersebut. Karena petani tidak memiliki tanah untuk bertani, sementara tanah di sekitaran petani dikuasai PT DDP. Kemudian yang cukup memprihatinkan dalam kondisi petani yang tidak mendapatkan tanah, mereka dihukum membayar 3,3 milyar rupiah kepada PT DDP. Mahkamah Agung harus mempertimbangkan kondisi- kondisi tersebut dalam mengambil keputusan”, jelas Paet. (01)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *