Roni Marzuki, S.Kom, M.TPd
Pertentangan hati antara dua insan manusia berbeda jenis maupun sejenis kerap terdengar dari berbagai surat kabar akhir-akhir ini.
Satu tahun lalu Bengkulu Utara dihebohkan dengan pemberitaan seorang gadis gagal menikah lantaran diketahui calon pengantin pria yang didambakan baru dikenal melalui media sosial facebook ternyata sama jenisnya dengan dirinya yaitu perempuan.
Tekanan psikologis dialami olehnya lantaran persiapan resepsi pernikahan telah direncanakan secara matang. Bukan hanya sang gadis malang ini merasakan malu, tetapi kedua orang tua dan keluarga besarpun ikut merasakan hal yang sama.
Berbeda dengan pemuda asal Jawa Tengah belum lama ini. Ia merasakan kecewa yang sangat besar kepada istrinya yang baru dinikahi baru satu malam.
Pernikahan seumur jagung itu harus kandas karena sang suami menuntut cerai secara tiba-tiba dengan alasan tidak puas pada malam pertama mendapati sang istri sudah tidak perawan lagi.
Tidak tanggung-tanggung, sang suami menuntut satu koma lima miliar sebagai bentuk ganti rugi biaya resepsi pernikahan baru saja digelar.
Kasus ini tidak jauh berbeda dengan kabar berita yang datang dari Bengkulu Tengah belum lama ini.
Calon mempelai wanita menuntut calon suami yang membatalkan rencana pernikahan yang telah disepakati bersama. Setelah ada kesepakatan bersama, tiba-tiba sang calon suami menikah dengan wanita lain.
Kasus ketiga ini dapat dibilang penipuan hati sehingga dapat disanksi pidana perbuatan tidak menyenangkan.
Sementara kasus pertama dan kedua bisa kita lihat. Kasus tersebut bisa dikatakan penipuan asal usul perkawinan.
Penipuan jenis ini apa bisa dipidana?
Jawabannya tentu saja bisa, Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XIII tentang asal-usul perkawinan pada pasal 277 menjelaskan: Barang siapa dengan salah satu perbuatan sengaja menggelapkan asal-usul orang, diancam karena penggelapan asal-usul, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
Asal usul yang dimaksud adalah identitas diri meliputi: Nama lengkap, tempat tanggal lahir, nama orang tua kandung atau wali, wali sah nikah, status perawan atau keperjakaan dan jenis kelamin.
Merujuk pada pasal 277 KUHP urusan perkawinan bukanlah suatu hal main-main. Jenis kelamin laki-laki atau perempuan dapat dipidana jika menikahi calon pasangannya sesama jenis jika melakukan penipuan dengan berbagai modus untuk dapat memperdayai menikah sesama jenis.
Begitupun berbeda jenis. Status keperawanan dan keperjakaan disarankan harus diperjelas agar tidak terjerat pasal 277 KUHP.
Seorang perempuan yang belum menikah tetapi sudah tidak perawan lagi, mengaku masih perawan untuk memperdayai seseorang agar dapat menikah dengannya dapat dijerat dengan pasal penipuan asal usul perkawinan. Begitu juga sebaliknya jika laki-laki melakukan hal yang sama dengan kasus ini.
Pasal 278 menjelaskan Barang siapa mengakui seorang anak sebagai anaknya menurut peraturan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, padahal diketahuinya bahwa dia bukan ayah dari anak tersebut, diancam karena melakukan pengakuan anak palsu dengan pidana penjara paling lama tiga tahun.
Pasal 278 ini mengegaskan seseorang dilarang untuk menjadi wali palsu pernikahan bagi seorang wanita ingin menikah. Wali palsu yang dimaksud mengakui seseorang wanita adalah anaknya, keponakan atau dia memiliki kuasa wali terhadap wanita tersebut padahal dia tau dan sadar dia tidak memiliki hak apapun terhadap wanita tersebut.
Pasal 279 menjelaskan Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun: 1. barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu, 2. Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu, 3. Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Merujuk pada Pasal 279 KUHP ini seseorang tidak bisa melakukan perkawinan jika masih ada penghalang baginya untuk melakukan perkawinan. Penghalang yang di maksud, laki-laki atau perempuan yang masih memiliki istri atau suami sah lalu berniat untuk melakukan perkawinan padahal dia tau dan sadar masih ada pasangan sah secara agama dan negara baginya. Sementara, pasangan yang dimaksut tidak ikhlas dan relah jika ia melakukan perkawinan.
Pasangan muda-mudi (gadis atau perjaka) yang sudah sepakat dan telah berunding bersama keluarga diketahui oleh warga dan pemerintah desa tempat ia tinggal lalu secara sepihak salah satu dari pasangan tersebut melangsungkan perkawinan dengan pasangan lain maka pasal 279 ini dapat diterapkan.
Hal yang sering terdengar diberbagai surat kabar, pasangan muda-mudi atau bukan telah saling bergaul. Didalam pergaulannya telah melampaui batas, akibat dari pergaulannya bisa jadi kehamilan bagi seorang wanita atau kehilangan kehormatan.
Akibat lain, sang laki-laki mengalami tekanan psikologis karena ingin bertanggung jawab atas perbuatannya. Namun, pasangan perempuan atau pihak keluarga perempuan tidak bersedia untuk dipertanggung jawabkan.
Contoh kasus ini, akan menjadi penghalang perkawinan bagi salah satu pasangan tersebut ingin melakukan perkawinan dengan pasangan lain jika pasangannya tidak merelahkan ia untuk melakukan perkawinan itu.
Pasal 280 menjelaskan Barang siapa mengadakan perkawinan, padahal sengaja tidak memberitahu kepada pihak lain bahwa ada penghalang yang sah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun, apabila kemudian berdasarkan penghalang tersebut, perkawinan lalu dinyatakan tidak sah.
Mengacu pada pasal 280 ini seseorang yang hendak melakukan perkawinan, baik orang tua maupun keluarga harus menjelaskan kepada calon pasangannya bahwa masih ada permasalahan yang harus diselesaikan untuk melakukan perkawinan itu.
Terima kasih semoga dapat mencerahkan
** Penulis adalah koordinator aliansi pers Indonesia (API) Bengkulu dan Anggo