Alaku
Alaku

Stop Polusi, Pensiunkan PLTU di Sumatera MASYARAKAT MENUNTUT TRANSISI ENERGI BERSIH

  • Bagikan

Padang, Darah Juang Online — Kamis tanggal 7 Maret 2024, Aksi Kamisan Padang dan Aktivis Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) melakukan aksi di Depan Masjid Raya Sumatera Barat mulai pukul 4 sore.

Situasi hujan tidak menjadi halangan untuk melakukan aksi menyampaikan pendapat kepada Presiden Jokowi agar memensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara karena berdampak pada Kesehatan, ekonomi masyarakat sekitarnya, dan menyebabkan krisis iklim.

Alaku

Dalam aksi Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) menjelaskan keadaan masyarakat sekitar PLTU yang didampinginya serta mengeluarkan pernyataan tegas terkait dampak yang merugikan yang diakibatkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Pulau Sumatera.

Kehadiran PLTU di Pulau Sumatera telah menghasilkan dampak serius terhadap lingkungan dan masyarakat setempat. Pencemaran udara, tanah, dan air menjadi konsekuensi yang tidak dapat diabaikan, seiring dengan kelalaian terus-menerus dalam menjalankan operasional PLTU oleh pihak terkait.

Pemerintah, dalam hal ini dinilai lengah dan tidak responsif terhadap keluhan masyarakat, yang semakin memperparah dampak negatif setiap harinya.

Paradoksnya, solusi transisi energi yang diusung tiba-tiba muncul tanpa memberikan solusi nyata atas permasalahan yang ada.

Alfi Syukri yang merupakan staf LBH Padang menyampaikan keadaan PLTU Ombilin “Saat ini PLTU Ombilin sudah dikenakan sanksi administratif Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ombilin No: SK.5550/Menlhk-PHLHK/PPSA/GKM.0/8/2018. Salah satu yang ditekankan mengenai sanksi ini ialah memperbaiki cerobong, namun 5 tahun berjalan tidak diketahui progress yang sudah dilakukan.” Jelasnya.

Cerobong identik dengan pencemaran udara ini sejalan dengan data yang didapatkan oleh LBH Padang penyakit ispa selalu masuk sepuluh penyakit tertinggi dari tahun 2011 sampai tahun 2021.

Tidak hanya itu Ketika murid Sekolah Dasar (SDN) 19 Sijantang dilakukan pemeriksaan terhadap murid sebanyak 53 orang didapatkan hasil pemeriksaan kesehatan dengan kesimpulan 66% foto toraks murid SD Sijantang sudah mengalami gangguan seperti bronchitis kronis dan TB paru pada tahun 2017.

Alfi menegaskan “Kita saat ini tidak mengetahui keadaan udara yang dihirup oleh masyarakat Sijantang Koto, Kota Sawahlunto bersih atau tidak. Pemerintah tidak membuka data itu sehingga masyarakat tidak tahu harus mencegah dirinya seperti apa agar tidak menghirup udara kotor. Dari data yang ada sudah saatnya PLTU Ombilin ditutup karena kesehatan masyarakat tidak layak untuk dikorbankan, sudah saatnya pemerintah mempensiunkan PLTU dan melakukan pemulihan kesehatan dan lingkungan.” Tegasnya.

Selanjutnya Zaidun Abdi dari Perkumpulan Pembela Lingkungan Hidup (P2LH) dalam menyampaikan keadaan yang ditemuinya di Aceh “Keberadaan PLTU penyumbang utama dalam krisis iklim dengan memberi dampak buruk di wilayah pembangkit dengan pencemaran udara, tanah dan air.” Katanya.

Begitu juga halnya keberadaan PLTU Nagan Raya memberi dampak buruk kepada lingkungan hidup, banyak persoalan yang timbul atas kehadiran PLTU Nagan raya, terutama dampak secara langsung dirasakan nelayan tradisional atas tumpahan batubara yang kian hari semakin buruk. Suhu air bahang yang dibuang tanpa dilakukan proses pendinginan yang sesuai dengan aturan yang berlaku, sehingga berdampak langsung terhadap tangkapan ikan nelayan tradisional menimbulkan penderitaan baru bagi nelayan tradisional yang berada di tapak.

Tumpahan batubara yang berulang kali terjadi tanpa ada pertanggungjawaban terhadap tumpahan tersebut amat sangat memprihatinkan, lemahnya fungsi pengawasan Dinas Lingkungan Hidup Nagan Raya dan Aceh Barat membuat PLTU yang berada di mulut tambang batubara lepas dari tanggung jawab dan kejahatan lingkungan.

“Pencemaran yang dilakukan PLTU Nagan Raya Aceh juga mengancam keberlangsungan hidup biota laut yang berada di pesisir laut Peunaga Cut dan desa lainnya yang terdampak di Nagan raya dan Aceh barat.” tambah Zaidun.

PLTU tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, Di Sumatera Utara merasakan penyempitan ruang hidup dan dampak ekonomi. Campaigner Srikandi Lestari Aji Surya Abdi memaparkan terjadinya bencana kemanusiaan yang diduga dilakukan oleh PLTU Pangkalan Susu telah menghilangkan ruang hidup masyarakat di sekitar pembangkit yang mengakibatkan kemiskinan, perbudakan modern hingga kematian.

Data yang dirangkum oleh Srikandi Lestari ada sekitar 80% nelayan yang mengalami peralihan mata pencaharian karena laut tidak menghasilkan, petani merugi sampai 50%.

“Data saat ini sudah ada 16 orang meninggal dunia diakibatkan oleh pengrusakan lingkungan yang diduga dilakukan oleh PLTU Pangkalan susu. Jika benar PLTU berdampak seperti itu sudah saatnya dimatikan dan beralih ke energi yang bersih. Tidak ada yang sebanding dengan nyawa manusia, ini persoalan kemanusiaan,” tegas Aji Surya.

Herry Maryanto Direktur Jaringan Masyarakat Peduli Energi Bersih (JMPEB) Lampung, menyatakan merasakan dampak yang sama yaitu PLTU batubara Tarahan dan Sebalang di Provinsi Lampung dalam proses produksinya telah berdampak pada masyarakat sekitar PLTU terutama masyarakat yang berada di ring 1 PLTU, dampak lingkungan yg ditimbulkan PLTU pencemaran udara dan Air.

Ia mengatakan bahwa warga terpapar polusi dihasilkan akibat pembakaran batubara. Transportasi angkutan batubara yang melintasi jalan desa berdampak pada kerusakan akses jalan.

Disisi lain, “limbah pembuangan air bahang hasil dari proses pendinginan mesin yang berdampak pada hasil tangkapan ikan dan pencari rumput laut nelayan di sekitar hal ini berdampak pada menurunnya pendapatan mereka,” jelas Herry Maryanto.

Keadaan di Pekan Baru merasakan hal yang sama sebagai pendamping masyarakat yang berhadapan dengan PLTU oleh M. Fauzi (LBH Pekanbaru) menyampaikan “Perjuangan kita belum tuntas hingga memastikan transisi energi berjalan demokratis artinya tidak dimonopoli oligarki.Transisi energi yang adil dan berkelanjutan (lestari) artinya tidak meminggirkan atau merampas ruang hidup rakyat dan tidak memperparah kerusakan lingkungan (krisis iklim). Perjuangan belum selesai hingga terwujud transisi energi yg demokratis, adil dan berkelanjutan.” Tuturnya.

Fauzi mengatakan “salah satu “jualan” Indonesia untuk transisi energi adalah pensiun dini PLTU batu bara. Kami mendesak pemerintah untuk mempensiunkan 3,7 GW PLTU batu bara untuk menyelamatkan transisi energi yang bergulir.

”Transisi energi telah diwacanakan akan dilakukan oleh Pemerintah, ini sesuai dengan kesepakatan Indonesia ikut mencegah krisis iklim setelah pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Bali. Tapi melihat beberapa transisi energi yang telah dilakukan banyak ditemui masalah mulai dari penyusunan dokumen sampai penerapannya.” Ucapnya.

Hosani Ramos Hutapea yang merupakan Manajer Sekolah Energi Bersih Kanopi Hijau Indonesia menjelaskan Transisi energi yang sedang bergulir telah menjadi bajakan oleh oligarki. Hal ini dilihat dari pembiaran atas dampak langsung PLTU batubara terhadap rakyat di sekitar tapak yang ada di Sumatera.

Alih-alih mematikan 33 unit PLTU dengan kapasitas 3.566 MW yang ada saat ini, Negara dalam RUPTL 2021 – 2030 merencanakan pembangunan PLTU baru berkapasitas 4000 MW.

“Tuntutan masyarakat di seluruh Sumatera adalah transisi energi yang murni dengan pemensiunan PLTU yang sudah ada dan penolakan pembangunan PLTU baru. Dalam konteks ini, STuEB dan masyarakat setempat bersatu untuk menyerukan transisi energi yang adil, demokratis, dan berkelanjutan.” Tegas Hosani.

Masyarakat menekankan urgensi menghentikan aktivitas PLTU yang merugikan dan memulai langkah-langkah transisi energi yang membawa keadilan dan keberlanjutan. Tidak ada lagi masyarakat yang harus menderita akibat aktivitas PLTU di Sumatera. (Rls/01)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *