“UI dan Bahlil Kompak Bungkam: Disertasi Bermasalah, Integritas Dijual Murah.!!“**
Jakarta, Darahjuang.online – Polemik disertasi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan kebisuan Universitas Indonesia (UI) kian memalukan. Keputusan UI pada 7 Maret 2025 hanya revisi disertasi plus permintaan maaf tanpa rincian pelanggaran membuktikan integritas akademik bisa dikompromikan demi jabatan. Publik dibiarkan bertanya: ini soal etika atau politik transaksional?
Kronologi dimulai 16 Oktober 2024, saat Bahlil sidang doktor di UI dengan tema “Kebijakan, Kelembagaan & Tata Kelola Holirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.” Sidang kilat, empat hari sebelum dilantik sebagai menteri di Kabinet Prabowo, langsung mencurigakan. Gelar itu lolos, tapi November UI menangguhkannya karena dugaan pelanggaran akademik.
Dewan Guru Besar (DGB) UI tak tinggal diam. Januari 2025, mereka merekomendasikan pembatalan disertasi usai sidang etik. Tapi, 7 Maret, Rektor Heri Hermansyah malah lempar solusi lembek: revisi dan minta maaf. Rekomendasi keras DGB dibuang, diganti “pembinaan” untuk Bahlil dan dosen. Apa yang mengubah keputusan se drastis ini?
UI seolah kehilangan nyali. Konferensi pers 7 Maret penuh jargon “kearifan akademik,” “semangat perbaikan” tapi kosong substansi. Pelanggaran apa yang dilakukan Bahlil? Plagiarisme, seperti disinyalir DGB soal data tanpa izin? Atau tekanan politik? UI mengaku ada “kekurangan internal,” tapi detailnya disembunyikan rapat.
Spekulasi liar tak terhindarkan. Sidang Bahlil yang super cepat tepat sebelum pelantikan mengarah pada dugaan intervensi. Kabinet Merah Putih, dengan 112 pejabat dan koalisi gemuk, dikenal penuh kompromi politik. Apakah UI dipaksa lunak oleh tangan Istana atau Golkar, partai yang dipimpin Bahlil? Transparansi jadi korban pertama.
Bahlil sendiri tak lebih mulia. “Saya ikut keputusan UI,” katanya santai di Istana, 7 Maret, saat ditanya wartawan. Revisi disertasi ia terima, tapi soal minta maaf? “Lihat dulu.” Sikap cuek ini jauh dari teladan seorang menteri yang juga Ketum Golkar, partai besar yang seharusnya paham bobot integritas.
Ical Berhet, Alumni Muda HMI (ALMUD) yang percaya pendidikan adalah benteng moral, tak tahan lagi. “Kalau tak bersalah, buka data disertasinya. Kalau curang, mundur,” tegas Ical kepada media Sabtu, (8/3/2025). Gelar doktor bukan stempel kekuasaan. Publik berhak tahu: apa Bahlil layak duduk di kursi menteri dengan etika yang diragukan?
Latar Bahlil memperkeruh cerita. Dari Ketua Hipmi hingga menteri era Jokowi, ia dikenal piawai bermanuver. Sidang doktor yang “kebetulan” pas pelantikan tak mungkin tanpa strategi. Apakah ia tekan UI demi gelar untuk poles citra? Se-Indonesia menyaksikan skandal ini, dan Bahlil tak bisa lagi sembunyi di balik jabatan.
UI punya dosa sendiri. Sistem pengawasan yang membiarkan disertasi bermasalah lolos sidang terbuka adalah bukti kelalaian. Promotor dan kopromotor disanksi penundaan pangkat, permintaan maaf tapi Bahlil cuma revisi. Ini bukan pembinaan, tapi perlindungan terselubung. UI gagal jadi penjaga marwah akademik.
Skandal ini cermin buruk pendidikan tinggi Indonesia. Jika UI, kampus nomor satu, bisa goyah seperti kasus gelar pejabat lain di masa lalu bagaimana nasib universitas kecil? Mahasiswa biasa dihukum berat untuk plagiarisme, tapi pejabat dapat dispensasi. Standar ganda ini membunuh keadilan.
Ical kembali bersuara keras. “Bahlil harus mundur dari Menteri ESDM. Seluruh Indonesia lihat ini Presiden Prabowo harus bijak, ganti dia sekarang,” katanya. Energi dan sumber daya mineral terlalu krusial untuk dipimpin figur penuh tanda tanya. Pendidikan bukan pasar jabatan, dan UI bukan alat elite.
Integritas akademik dan kepemimpinan di ujung jurang. UI harus ungkap temuan DGB, Bahlil harus buktikan kejujuran atau angkat kaki. Presiden tak boleh diam rakyat menagih menteri yang bersih, bukan politikus licin. Waktu bicara jujur sudah lelet; setiap hari tanpa keputusan tegas, kepercayaan publik makin habis.
Tulisan ini dipublikasikan oleh Media DJO, Minggu, tanggal 9 Maret 2024. (01)